Judul: I Want To Die But I Want To
Eat Tteokpokki 1 & 2
Penulis: Baek Se Hee
Penerjemah: Hyacinta Louisa (Jilid
1) ; Ni Made Santika (Jilid 2)
Penerbit: Penerbit Haru
Tahun Terbit: Agustus 2019 (Jilid 1)
; Agustus 2020 (Jilid 2)
Jumlah Halaman: 236 halaman ; 19 cm
(Jilid 1) ; 232 halaman ; 19 cm (Jilid 2)
ISBN: 978-623-7351-03-0 (Jilid 1) ;
978-623-7351-47-4 (Jilid 2)
GAMBARAN BUKU
Buku I Want To Die But I Want To Eat
Tteopokki karya Baek Se Hee menceritakan pengalaman pribadi dalam bentuk esai
dan dialog antara Baek Se Hee dan psikiaternya. Buku ini berisikan pertanyaan,
penilaian saran, nasehat dan evaluasi diri agar setiap orang bisa menerima dan
mencintai dirinya sendiri.
Buku ini merupakan proses Se Hee
yang mengalami distimia atau depresi ringan dalam jangkan waktu panjang. Buku
ini bisa dikatakan sebagai catatan pengobatan Se Hee yang sedang mengalami
distimia. Oleh karenanya, esai yang ditulis sangat apa adanya, berdasarkan
pengalaman penulis.
Buku ini terdiri dari dua jilid.
Jilid pertama, tentang awal-awal Se Hee mengalami distimia dan berkonsultasi
dengan psikiaternya. Jilid kedua merupakan sambungan dari jilid pertama dan
sudah memasuki tahap penyembuhan dan juga klimaks dari proses pengobatan yang
dijalaninya.
***
LAKUKANLAH HAL KECIL YANG BISA MEMBUAT KITA NYAMAN DAN BAHAGIA
“Aku hanya
ingin mencintai diri sendiri.”
Banyak diantara kita sehat secara
fisik tapi sakit secara mental. Dan biasanya kita tertipu dengan tampilan luar
seseorang, yang terlihat bahagia, senang, ceria, padahal sebenarnya orang itu
butuh pertolongan mental. Pengobatan mental mungkin setiap orang mempunyai
porsi yang beda-beda. Ada yang hanya dengan ngobrol bersama keluarga atau orang
terdekatnya ia merasa nyaman; ada juga lewat meditasi diri; ada juga dengan olahraga;
dan ada yang harus ke psikiater karena ia merasa tidak ada perkembangan saat
melakukan cara-cara yang disebutkan tadi.
Baek Se Hee menceritakan
pengalamannya yang harus membawa dirinya ke psikiater karena ia merasa
depresinya tidak sembuh-sembuh dan berkelanjutan. Setelahnya, psikiater
mendiagnosa Se Hee dengan ‘distimia’ atau depresi ringan dalam jangka waktu
panjang. Tentu distimia ini bisa disembuhkan, bahkan peran psikiater bisa saja tidak
terlalu banyak. Hanya saja apakah pribadi tersebut mau berusaha dan melawan
depresi tersebut. Peran individu sendiri sangat penting dalam proses penyebuhan
mental ini.
Di buku ini, proses pengobatan Se
Hee tidak semudah yang dibicarakan. Mungkin idealnya kita mengatakan bahwa
mengatasi sebuah depresi maka harus positive thinking, melakukan hal
baik dan lain sebagainya. Itu dari sudut pandang kita yang sehat mental. Beda
halnya kalau kita menggunakan kacamata orang yang terkena depresi. Bagi mereka
itu adalah sebuah perjuangan dan perlu bantuan oleh orang sekitarnya, misal
kekasihnya, keluarga atau psikiater itu sendiri.
Se Hee banyak menghadapi lika-liku
hidup dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Di samping ia selalu konsultasi
dengan psikiater, ia juga tetap harus bekerja dan melakukan produktivitas
kehidupannya. Dan itu sangatlah membuat Se Hee tertekan. Beberapa kasus
misalnya, ia merasa tidak percaya diri dan merasa orang lain lebih baik
daripadanya. Ia juga sering menggunakan sudut pandang orang lain untuk menilai
dirinya sendiri. Sehingga saat ia pulang ke rumahnya, ia merasa terbebankan
oleh prasangka tadi dan menjadi depresi. Saat ia merasakan depresi, ia selalu
memakan Tteokpokki (kue beras dengan saus pedas) dan setelah memakannya
ia merasa lebih baik. Aku pikir setiap orang punya makanan favorit yang bisa
membuat mood kita kembali baik lagi. Tapi takutnya malah kebablasan
makannya. Hiyaaa..
Kemudian ia juga sering menggunakan
standar kecantikan orang lain, dan merasa dirinya tidak secantik mereka.
Padahal cantik itu relatif dan sangat subjektif. Namun, ia menganggap bahwa
standar orang lain harus dipenuhi oleh dirinya, agar dirinya eksis dan dapat
bersaing dengan orang lain. Sang psikiater mengatakan bahwa pikiran seperti itu
sebenarnya sangat tidak sehat. Kenapa harus menggunakan sudut pandang orang
lain untuk menilai diri kita sendiri? Kita lebih mengenal diri kita sendiri dari
pada orang lain dan kita tahu apa saja nilai-nilai yang ada di dalam diri kita.
Psikiater tersebut memberikan saran
untuk mencoba mengubah mindset Se Hee dalam hal-hal kecil dan melakukan
hal-hal yang membuatnya nyaman dan bahagia. Lakukanlah secara perlahan dan
bertahap agar ini menjadi kebiasaan baru yang sehat.
“Penting sekali
untuk terus mencari hal-hal dan cara lainnya yang bisa membuat Anda merasa
nyaman dan bahagia.” (Hlm. 86)
***
KESEHATAN MENTAL PENTING LOH
Dalam buku ini, sangat bisa
dirasakan bagaimana perasaan dan emosi Se Hee saat mengalami depresi. Beberapa
kisahnya bahkan hampir semuanya sangat relatable dengan kehidupan kita
sehari-hari. Pentingnya kesehatan mental untuk semua orang dan jangan
diremehkan hal tersebut. Kita banyak menganggap depresi adalah hal yang biasa
dan bisa sembuh dengan sendirinya. Tentu ini menjadi tugas kita sebagai manusia
untuk selalu sadar dengan diri sendiri ataupun dengan orang sekitar yang
mengalami gangguan kesehatan mental.
Narasi yang dibawakan apa adanya,
hanya sebuah percakapan atau dialog antara Se Hee dan psikiater. Setiap selesai
percakapan, selalu diselingi dengan rangkuman dan quote, dan aku suka, karena
mempermudah pembaca untuk memahami kembali apa inti dari pembahasan tadi.
Beberapa memang ada percakapan yang agak berat dan perlu pikiran yang kuat
untuk memahami pembahasan tersebut.
Oleh karenanya, cerita yang
disampaikan Se Hee sangat gelap dan kelam, maka disarankan untuk para pembaca
untuk istirahat sejenak, menenangkan pikiran dan emosi. Untuk beberapa orang
ini adalah bacaan ringan, beberapa yang lain ini sebuah bacaan berat dan selalu
terikut emosi yang dibawakan penulis.
Mungkin beberapa orang menganggap buku
ini sangat membosankan dan hanya berisikan percakapan antara pasien yang
mengalami distimia dan psikiater. Kembali lagi, selera setiap orang beda-beda
dan kita tidak bisa membantahnya. Hanya saja, yang perlu diketahui bahwa tujuan
dari buku ini adalah bagaimana proses Se Hee menghadapi depresi ringannya
sampai ia menjadi sembuh, walaupun belum 100 persen.
Pesan yang ditulis oleh Se Hee di
buku ini menurutku adalah jadilah diri sendiri dan mengatur perasaan tanpa
harus tergantung oleh orang lain. Setiap orang mempunyai perasaannya
masing-masing dan kita tidak harus memenuhi perasaan orang lain. Dalam artian
ada batas tertentu antara satu pribadi dengan yang lainnya. Kita tidak bisa
harus memenuhi ekspektasi setiap orang dan kita tidak bisa juga memaksa orang
lain harus mengerti perasaan kita. Memang ini seperti tantangan, tapi ini lah
kehidupan.
Rasa bosan, kesepian, hampa, dan
sebagainya adalah hal yang wajar dialami setiap orang. Hanya saja bagaimana
kita mengatur pikiran dan perasaan kita saat dilanda rasa tersebut. Sehingga
kita tetap bisa mencintai diri kita sendiri dan merasa lebih bebas tanpa harus
terikat dengan perspektif orang lain.
Sebuah buku self-improvement yang
sangat bagus untuk dibaca. Walaupun ditulis apa adanya, emosi dari isi tulisan
tersebut dapat dirasakan. Nilai moral dan pelajaran hidup banyak bisa kita
ambil dari buku ini. Terus terang, Se Hee termasuk orang yang berani
menceritakan kehidupan pribadinya dan dijadikan sebagai buku. Aku harap
orang-orang mulai sadar bahwa pentingnya kesehatan mental setelah membaca buku
ini.
Terakhir, buku ini aku recommended
banget bagi yang pengen tau bagaimana perjalanan kisah Se Hee yang
mengalami distimia dan juga bagi yang merasa agak-agak depresi, bisa baca buku
ini.
Terima kasih sudah membaca ulasan
singkat ini. Terutama yang membaca sampai habis. Mohon maaf kalau ada kata-kata
yang menyinggung atau kurang memuaskan pembaca.
My Rated: 9/10
Komentar
Posting Komentar