Judul: Gadis Minimarket (Convenience Store
Woman)
Penulis Sayaka Murata
Penerjemah: Ninuk Sulistyawati
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan ke-7, Juni 2022
Tebal: 160 halaman ; 20 cm
ISBN: 9786020644394
BLURB
Dunia menuntut Keiko untuk menjadi normal,
walau ia tidak tahu “normal” itu seperti apa. Namun di minimarket, Keiko
dilahirkan dengan identitas baru sebagai “pegawai minimarket”. Kini Keiko
terancam dipisahkan dari dunia minimarket yang dicintainya selama ini...
***
STANDAR SOSIAL, KONDISI MASYARAKAT DAN ISU SOSIAL YANG ERAT DENGAN KEHIDUPAN NYATA
Novel ini menceritakan Keiko sebagai pegawai paruh
waktu di sebuah minimarket selama hampir 18 tahun. Dengan lamanya Keiko bekerja
di minimarket tersebut, terkadang Keiko “mendengar” suara-suara minimarket.
Namun, sesuatu hal terjadi yang mengancam pekerjaan Keiko sebagai pegawai
minimarket. Dalam novel ini kita diajak untuk mengikuti aktivitas dan kegiatan
sehari-hari Keiko dan melihat bagaimana kondisi sosial dan masyarakat yang
terkesan mengatur dan ikut campur kehidupan orang lain.
Ini pertama kalinya aku membaca novel Sayaka
Murata. Terus terang aku suka narasi dan cara penulis mendeskripsikan isi
ceritanya. Walaupun alurnya datar - wajar karena novel ini bercerita tentang
kehidupan sehari-hari Keiko – tapi keseharian dan kegiatan Keiko di minimarket
ini buat aku candu dengan jalan ceritanya. Aku baca novel ini gak sampai 1 hari
sudah selesai. Entah kenapa gak kerasa aja pas bacanya mwehehehe.
Penulis bisa menarasikan ceritanya yang membuat
aku sebagai pembaca merasa dekat dengan Keiko dan keadaan Keiko itu sendiri
yang membuatnya harus menjadi “normal” dalam lingkungan masyarakat. Tokoh-tokoh
dalam novel ini beragam, unik, dan perlahan menyebalkan dan bikin aku emosi
saat membacanya.
Hal menarik lainnya aku suka penulis
mendeskripsikan suasana minimarket dan hal-hal detail lainnya yang bersangkutan
dengan minimarket, kayak pemeriksaan barang, penataan makanan dan minuman, makanan
yang laku dan tidak laku, promo, dan lain-lain. Aku sebagai orang awam jadi
tahu bagaimana keadaan minimarket itu sebenarnya.
Selama membaca novelnya, pemikiran atau cara
berpikirnya Keiko ini sebenarnya unik tapi dianggap “aneh” atau tidak “normal”
bagi masyarakat. Ini diperlihatkan kilas balik ketika Keiko masih kecil dan
memberikan respon yang tidak biasa ketika melihat burung mati. Terus caranya
melerai temannya yang berkelahi juga dengan cara yang tidak biasa juga.
Aku rasa cara berpikirnya Keiko tidaklah salah
tapi bukan berarti itu benar juga. Makanya pas baca novelnya, yang aku sadari
bahwa Keiko ini memiliki masalah tidak bisa merasakan atau mengekspresikan
emosinya terhadap sesuatu, atau lagi, ada masalah yang berkaitan dengan
kesehatan mental. Soalnya aku sendiri agak heran dengan tingkah laku, respon dan
keputusan yang diambil Keiko, kayaknya ada “sesuatu” sama Keiko, tapi penulis
tidak menuliskannya secara jelas.
***
Poin penting yang aku dapat di novel ini adalah
isu sosialnya. Ketika kita berbeda di dalam lingkungan masyarakat, maka
dianggap tidak “normal”. Tidak menikah di umur sekian, dianggap tidak “normal”.
Tidak mempunyai pekerjaan tetap di usia sekian, dianggap tidak “normal”. Tidak
pernah berpacaran atau berhubungan sex, dianggap tidak “normal”, dan masih
banyak lagi.
Terkadang ketika kehidupan kita harus
ditentukan dan ditetapkan oleh standarisasi lingkungan sosial, rasanya sangat
tidak masuk akal dan aneh sekali. Namun ketika kita melawan standar sosial
tersebut, maka kita akan dicap sebagai orang yang tidak “normal”. Inilah yang dihadapi
dan dialami Keiko dalam kehidupannya. Orang-orang dengan bebasnya ikut campur
masuk ke dalam kehidupan seseorang, dengan dalih ‘demi kebaikkan diri kita’.
Aku yang bacanya pun heran dan kesal, bahwa
Keiko nyaman-nyaman aja dengan kehidupannya, ia punya pekerjaan, ia punya
tempat tinggal dan bisa makan setiap hari, ia tidak merepotkan orang lain, yang
menjalani kehidupannya ya Keiko sendiri, kenapa orang-orang rela ikut campur
dan mengatur bahwa apa yang dilakukan Keiko itu tidak “normal”.
Seolah Keiko tidak boleh memilih jalan
kehidupannya sendiri dan harus memenuhi ekspektasi orang-orang tadi. Dari sini
kita dilihatkan betapa mengerikannya kondisi masyarakat dan lingkungan sosial
yang seenaknya mengatur dan menentukan jalan hidup orang lain dengan alasan
bahwa mereka tahu apa yang terbaik untuk si Keiko. Pokoknya banyak hal penting
yang diangkat dalam novel ini.
Kemudian munculnya tokoh Shihara di novel ini
sangat sangat membuatku jengkel, walaupun dari beberapa kalimatnya ada yang aku
setuju. Ia menyalahkan masyarakat dan mengkritiknya, tetapi ia sendiri hanya
berdiam diri, tidak mau bekerja, dan tidak berusaha menjalani kehidupannya.
Bisanya hanya menyalahkan keadaan, sumpah dah kesal bener modelan orang kayak
gini. Shihara ini definisi parasit sebenarnya dan manipulatif sangat.
Ditambah lagi Keiko memiliki masalah dengan
emosinya, membuatnya heran, bingung, dan bertanya-tanya “normal” itu seperti
apa. Permasalahan emosi ini menurutku membuat Keiko tidak tahu konsekuensi dan
akibat dari perbuatannya. Kita juga dilihatkan bagaimana asumsi-asumsi liar
para tokoh lainnya ketika di rumah Keiko ada seorang lelaki tanpa mengetahui
fakta sebenarnya. Dalam novel ini bagaimana ironi kehidupan itu terjadi.
Perkembangan tokoh-tokoh novel ini dari awal
sampai akhir sangat baik dan kita diperlihatkan bagaimana watak sebenarnya para
tokoh tersebut. Lagi-lagi kita diperlihatkan sebuah ironi kehidupan dari para
tokoh tersebut. Sedih rasanya berada diposisi Keiko, dipaksa oleh masyarakat
sosial agar dianggap “normal”. Makanya tidak heran bahwa manusia menderita itu
salah satu faktornya berasal dari kondisi masyarakat itu sendiri.
Kemudian Keiko yang sepertinya menyukai dirinya
terikat oleh sebuah “sistem”, seperti sistem minimarket, kalau pengunjung
datang katakan ‘selamat datang’, ‘terima kasih’, dan sebagainya. Dengan terikat
oleh “sistem” tersebut membuatnya tidak repot menjalani kehidupannya
sehari-hari. Makanya, mungkin saking lamanya bekerja di minimarket, terkadang
Keiko ini sering terbayang bahkan “mendengar” suara-suara minimarket. Jujur
entah kenapa aku agak ngeri sendiri melihat tingkah laku Keiko.
Setelah membaca dan menutup novel ini, aku
cuman mau bilang bahwa betapa absurdnya cerita novel ini. Dalam artian
penggambaran penulis mengenai realita sosial dalam novel ini ya memang benar
dan memang ada di dunia kita sekarang. Aku bingung harus menjelaskannya
bagaimana, tetapi aku sangat merasa relate dengan keadaan dan kondisi Keiko
yang dianggap tidak “normal” itu. Banyak poin penting yang dapat diambil dari
cerita novel ini.
Secara keseluruhan novel ini recommended dari
aku buat teman-teman. Cerita ringan, isu sosial yang erat dengan kehidupan
kita, jumlah halaman relatif sedikit, absurd dan penuh dengan ironi kehidupan, membuat
novel ini menjadi bacaan yang aku suka. Berharap penerbit Gramedia
menerjemahkan lagi buku-bukunya Sayaka Murata.
My rated: 9,3/10
***
Nice
BalasHapus