Judul: Laut Bercerita
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit: Cetakan ke-21, September 2021
Tebal: 379 halaman ; 13,5 cm x 20 cm
ISBN: 978-602-424-694-5
BLURB
Laut Bercerita, novel
terbaru Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan,
sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang
gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan
makam anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.
***
BIRU LAUT, SIKSAAN YANG MENGERIKAN, DAN PERJUANGAN SEORANG MAHASISWA
Tertarik dengan novel ini karena banyak
banget review-review di Instagram dan media lainnya, mengatakan novel yang
sangat bagus. Hampir setiap review yang aku lihat positif semua dan memberikan
rating tinggi. Penasaran, jadi aku beli novelnya di Shopee Gramedia. Sesuai
harapan, ini novel terbaik yang pernah aku baca.
Kita bahas satu-satu, cerita di novel ini
mengambil latar tempat pada zaman orde baru, lebih tepatnya tahun 90-an.
Yang aku sangat tertarik adalah cerita novelnya terinspirasi dari kisah nyata.
Di bagian akhir, pada ucapan terima kasih, penulis mengatakan bahwa ia
mewawancarai korban-korban yang diculik pada zaman orde baru dan
narasumber-narasumber lainnya. Jadi kedetailan kejadian di novel ini memang
benar apa adanya dan sangat mengerikan.
Pada bagian prolog pembaca langsung diberikan
keadaan Laut (tokoh utama) yang sudah tertangkap dan di eksekusi. Pada bagian
ini, aku cukup terenyuh dengan apa yang terjadi pada Laut. Perlakuan kasar,
keji, kejam, dan tidak manusiawi, yang membuatku merasa jijik pada mereka (Si
Mata Merah dan kawas-kawan).
Gambaran singkat pada bagian prolog ini cukup
memberikan rasa penasaran, bagaimana nanti perjalanan dan proses Laut dan
teman-temannya menyuarakan dan mengekspresikan pendapat mereka. Yang pada saat
itu (orde baru), mengkritik pemerintah dianggap sebagai musuh dan dituduh
sebagai komunis.
Cerita di novel ini menggunakan dua sudut
pandang. Pertama Biru Laut dan Asmara Jati. Jujur nama Biru Laut ini sungguh
unik dan menarik buatku. Pada bagian Biru Laut, menceritakan perjalanan dan
perjuangan Laut beserta kelompoknya dalam mengkritik pemerintah. Alurnya pada
bagian Laut maju-mundur, tentu masih enak dan gampang untuk diikuti jalan
ceritanya. Sedangkan pada bagian Asmara Jati, menceritakan kondisi setelah beberapa
dari mahasiswa dan aktivis yang hilang, dan tidak diketahui keberadaannya.
Termasuk Laut dan beberapa temannya. Mulai dari penyangkalan, depresi,
kehilangan, sampai terbentuk Komisi Orang Hilang.
Pada bagian awal cerita, perkenalan antar
tokoh cukup apik dan perlahan-lahan. Setiap tokoh mempunyai ciri khasnya
masing-masing yang membuat pembaca gampang mengingat tokoh tersebut.
Penggambaran tokoh juga sangat melekat di dalam benakku ketika membaca
ceritanya. Ditambah juga narasinya yang indah, enak banget di baca, dan gak
bikin bosan.
Pembangunan cerita yang tidak tergesa-gesa,
konflik kejadian satu persatu mulai bermunculan, dan hubungan pertemanan
kelompok Winatera (kalo gak salah) yang kompak. Terutama hubungan Laut dengan
adiknya, Asmara, yang digambarkan dengan indah dan menyentuh hati. Tidak luput
juga dengan bapak dan ibunya Laut yang selalu melakukan ‘ritual’ makan bersama
pada hari minggu. Itu sungguh menyejukkan hati dan memberikan kehangatan juga.
Namun kehangatan itu tidak berlangsung lama,
ketika Laut dan teman-temannya ditangkap oleh aparat pemerintah karena dianggap
berbahaya dan melawan pemerintah. Di sini aku merasakan betapa menjijikannya
aparat pada saat itu. Kejam, bengis, tidak manusiawi, bahkan perasaan membenci
pun muncul saat aku membaca ketika Laut disiksa, disetrum, dan siksaan lainnya,
yang membuatku membayangkan bagaimana aku diposisi mereka pada saat itu. Betapa
biadabnya aparat pada saat itu.
Narasi yang disampaikan penulis seolah-olah
memiliki jiwanya sendiri, jadi akupun membacanya ikut merasakan apa yang
dirasakan para tokoh novel ini. Perjuangan Laut dan teman-temannya yang pantang
menyerah menggambarkan jati diri seorang mahasiswa yang berapi-api. Demi
Indonesia yang lebih baik dan lepas dari pemerintah yang otoriter.
Puisi-puisi yang dimasukkan di sela-sela
cerita juga memberikan makna yang dalam. Salah satu puisi favoritku adalah, “Matilah
engkau mati, kau akan lahir berkali-kali. Unsur ketegangan di novel ini
juga cukup kuat, terutama saat Laut dan teman-temannya berusaha kabur dari
intaian aparat. Perasaan dikejar-kejar ikut aku rasakan juga pas membacanya.
Adegan romantis juga tidak luput dalam novel
ini. Hubungan antara Laut dan Anjani yang semakin hari semakin kuat bahkan
terkadang menggoda satu sama lain, bikin senyum-senyum sendiri lah pokoknya pas
baca itu. Juga ada adegan 18+ nya, sebagai gambaran bahwa eratnya hubungan Laut
dan Anjani tersebut.
Penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan oleh
aparat orde baru, tergambarkan sungguh sangat sangat sangat mengerikan.
Menghancurkan fisik dan mental sekaligus. Sampai di bagian akhir babnya Biru
Laut, ia berpesan kepada temannya untuk menyempaikan pesannya ke adiknya, ah
sumpah mewek baca pak. Gak tahan aku. Sekali lagi, narasi yang disampaikan
lagi-lagi sangat indah dan menyentuh hati pembaca. Hiks..
***
PERJUANGAN ASMARA JATI, MENANTI KEJELASAN, DAN SEJARAH KELAM
Nah, di bagian Biru Laut kita diperlihatkan
bagaimana perjalanan dan perjuangan Laut dan rekannya dalam mengkritik
pemerintahan, persahabatan yang solid, sampai ke penyiksaan yang biadab. Di
bagian Asmara Jati, kita diperlihatkan perasaan keluarga, adik, kekasih,
sahabat, yang kehilangan seseorang yang tidak jelas kepastiannya.
Di bagian ini, beberapa kali alurnya
maju-mundur untuk menceritakan hubungan Asmara dengan Laut yang selalu meledek
satu sama lain, tapi sangat peduli sesama; hubungan dengan Alex yang membuat
Asmara jatuh hati; sampai perjuangan Asmara dengan rekan lainnya yang mencari
informasi hilangnya Laut dan teman-temannya yang tidak diketahui kejelasannya.
Banyak momen sedih, menyayat hati, sesak di
dada, pokoknya membuatku menitikan air mata. Karena membayangkan kondisi keluarga
yang menunggu anaknya pulang ke rumah. Misalnya keadaan orangtua Laut yang
membuat mereka tidak bisa menghadapi realita dengan menganggap anaknya seolah
ada di rumah dan duduk bersama dengan mereka. Ini sumpah sedih banget parahhh.
Kemudian, yang paling bikit sakit hati adalah
momen mereka berharap setidaknya jenazahnya ada atau letak kuburannya jelas di
mana. Aku membayangkan bagaimana ketika kita diberi ketidakjelasan yang membuat
batin kita sangat hancur dan putus asa.
Belum lagi Anjani, sahabat-sahabat Laut yang
selamat, dan Asmara sendiri, yang membuatku merasa terpukul dan ikut merasakan
apa yang mereka rasakan. Sangat memukul hati.
Pokoknya di bagian Asmara Jati banyak bikin
meweknya dah. Siap-siap mata bakal basah terus.
Yang aku suka juga karakter Asmara Jati yang
sangat kuat pada novel ini. Walaupun kehilangan kakaknya tercinta, Asmara tetap
menguatkan dirinya untuk berpikir jernih dan rasional. Sudut pandang orang
pertama membuat emosi dari tokoh Asmara sangat tergambarkan dengan jelas dan
pembaca pun terkesan merasakan di posisi itu. Begitu juga dengan Anjani yang
kehilangan Laut yang membuatnya selalu menyangkal keadaan.
Terlepas dari semua itu, hubungan romantis
Asmara dan Alex juga tidak kalah dengan Laut dan Anjani. Berawal dari rasa
kagum, membuat hubungan mereka perlahan terus berkembang menjadi sepasang
kekasih, yang tidak luput dengan konflik yang mereka alami. Tentu pada bagian
Asmara Jati juga ada adegan dewasanya.
Di novel ini aku bisa merasakan kembali ke
masa lalu (tahun 90-an) dan membayangkan hidup pada masa orde baru saat itu.
Pembawaan dan penggambaran cerita seolah mengajak pembaca untuk melihat kembali
apa yang terjadi sebenarnya pada masa itu.
Terus terang, seluruh novel ini, mulai dari
segi cerita, latar tempat, sampai tokoh-tokoh di dalamnya, memiliki jiwanya
sendiri. Laut, Sunu, Daniel, Alex, Kinan, Anjani, Mas Gala, Asmara, dan
lainnya, seolah hidup dan menjadi teman kita saat membacanya. Semuanya tetap
melekat pada benakku sampai sekarang.
Akhir dari novelnya pun, mereka para Komisi
Orang Hilang dan kelompok lainnya tetap berjuang dan menuntut atas hilangnya
keluarga mereka itu. Yang menarik ketika ikan pari memberikan kode morse, yang
membuat Asmara merasa itu antara nyata atau halusinasi. Epilognya juga, ah
ampun dah, pengen mewek terus pas bacanya.
Setelah baca novel ini, penting banget bahwa
Indonesia tercinta kita, memiliki sejarah kelam yang tidak bisa dilupakan
begitu saja. Banyak korban-korban tewas, hilang, tidak diketahui keberadaannya
sampai sekarang, bahkan keluarga yang ditinggali mencari kepastian di mana
mereka.
Terakhir, ini novel sangat wajib di baca,
sekali seumur hidup menurutku. Gak nyesel pas baca novel ini, terutama
teman-teman yang belum pernah hidup atau mengalami masa itu. Penting untuk kita
membaca sejarah kembali dengan cerita yang disusun oleh penulis dengan indah
dan menyentuh emosi pembaca. Novel ini memiliki jiwanya, yang membuat pembaca
merasa terhanyut ke dalam cerita novel Laut Bercerita.
My rated: 10/10
***
Komentar
Posting Komentar