Judul: The Comfort Book
Penulis: Matt Haig
Penerjemah: Rani Rachmani Moediarta
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan ke-2, Maret 2022
Tebal: 259 halaman
ISBN: 978-602-06-5415-7
BLURB
Banyak pelajaran hidup yang paling jelas dan
paling menghibur kita pelajari justru pada saat kita berada di titik terendah.
Kita baru memikirkan makanan saat kita lapar dan baru memikirkan rakit
penyelamat saat kita terlempar ke laut.
Buku ini adalah kumpulan penghiburan yang
dipelajari di masa-masa sulit – serta saran untuk membuat hari-hari buruk kita
menjadi lebih baik. Mengacu pada pepatah, memoar, dan kehidupan inspirasional
orang lain, buku yang meditatif ini merayakan keajaiban hidup yang selalu
berubah.
Ini buku yang bisa kita baca selagi kita
membutuhkan kebijaksanaan seorang teman, kenyamanan sebuah pelukan, atau
pengingat bahwa harapan datang dari tempat-tempat yang tidak terduga.
Tiada yang lebih kuat daripada harapan, kecil
yang tak akan menyerah.
***
SEBUAH BUKU YANG NYAMAN, PENGGALAN KISAH
HIDUP YANG RELATE, DAN KEBIJAKSANAAN
Cukup lama aku menyelesaikan buku ini. Bukan
karena bukunya jelek, membosankan, atau apapun itu. Justru sebaliknya, bukunya
sangat bagus, sangat menghibur, dan memberikan perasaan hangat ketika
membacanya. Makanya, sengaja aku memperlambat menyelesaikan buku ini, supaya
merasa ditemani, dinasehati, ketika aku sedang bad mood atau mengalami
hari yang buruk dan merasa relate apa yang dialami penulis dalam
kehidupanku. Dengan membaca penggalan-penggalan kisah hidup penulis, itu cukup
membuatku nyaman dan relax kembali.
Membaca buku ini seperti obat penenang
bagiku. Kenapa? Karena hal-hal yang disampaikan penulis, dengan bahasanya yang
ringan, nyaman dan mudah dipahami, itu memberikan kesan positif bagiku dalam
proses membaca buku ini. Sesuai dengan judul bukunya, The Comfort Book (Buku
Yang Nyaman) yang memang membuatku nyaman dan terhibur ketika membaca bukunya.
Baca juga: Review Novel Midnight Library
Kemudian isi bukunya berupa pengalaman hidup
dan curhatan penulis, tetapi penulis senantiasa mengutip kalimat para
tokoh-tokoh penting yang membuat kisah hidup si penulis sarat akan makna dan bisa
menjadi pembelajaran atau renungan oleh para pembaca.
Isi tulisan buku ini mengenai pengalaman
penulis yang berkaitan dengan kesehatan mental, hubungan antar manusia, putus
asa dan harapan, dukungan seseorang, perlunya hiburan, satu momen berhubungan
dengan momen lainnya, dan lain sebagainya. Walaupun tema pembahasannya cukup berat
dan terkesan serius, tapi penulis membawakannya dengan bahasa yang ringan,
santai, informal, yang membuat aku sebagai pembaca merasa dekat dan akrab dengan
kisah yang dibawakan si penulis.
Tidak luput juga penulis mengangkat perihal
stoik dalam kisahnya, sentuhan filsafat yang cukup kental, fisika kuantum, keyakinan
kuno, album favorit dan lain-lain. Pokoknya isi dari buku ini sebenarnya sangat
random, yang berasal dari pengalaman hidup si penulis dan dijadikan
sebagai catatan pendek yang digabungkan. Makanya tidak heran isi bab buku ini
pendek-pendek, bahkan ada yang hanya beberapa kata saja. Tapi ada yang panjang
juga.
Memang ada beberapa bab yang asing dan kurang
relevan dengan kehidupanku. Seperti yang dikatakan oleh penulisnya, membaca ini
tidak harus terstruktur, misalkan membaca dari awal halaman bertahap sampai
akhir. Bebas sesuka hati para pembaca. Bahkan penulisnya juga mengatakan, silahkan
untuk meremas atau merobek-robek halamannya.
Adakalanya aku membuka buku ini dengan acak
dan tidak tentu. Semacam obat penawar dikala bad mood atau hari yang
berat, dan itu cukup meringankan perasaanku kembali. Ada beberapa poin yang aku
suka dalam buku ini, seperti:
“Belajarlah mengatakan tidak untuk berbagai
hal yang menghalangi jalan hidupmu. Dan katakan “ya” terhadap apa pun yang
membantumu bertahan hidup.” (Hlm. 55)
“Lebih mudah untuk membiasakan diri dan
berbasah kuyup dan gembira ketimbang belajar menghentikan hujan.” (Hlm. 130)
“....Rasakan saja apa yang terasa. Diam dan
tersenyum bukanlah satu-satunya cara untuk menanggapi sakit. Kadang-kadang ada
gunanya melolong-melolong.” (Hlm. 138)
“....Saya bukan seorang penggembira atau
penyedih. Saya bukan orang yang tenang atau pun penakut. Saya seorang yang
gembira-sedih-tenang-takut. Saya biarkan diri saya merasakan semuanya, dan
dengan cara itulah saya terbuka terhadap perasaan-perasaan baru. Tidak ada
perasaan tunggal yang menjadi satu-satunya perasaan, bila kita biarkan perasaan
itu....” (Hlm.
241)
Dan sebenarnya masih banyak lagi
kalimat-kalimat atau cerita yang sangat bagus di dalam buku ini. Misal pada
kutipan pertama, adakalanya kita harus belajar mengatakan tidak dan menolak
terhadap sesuatu yang kiranya menghalangi proses atau perjalanan hidup kita.
Perasaan seperti “tidak enakan” ketika menolak seseorang, sama saja membuat
diri kita tidak bebas, terkekang, dan tidak menghargai diri sendiri.
Sekali lagi, pada buku ini penulis bisa
membahasakan tulisannya menjadi dekat dan akrab bagi para pembacanya. Ada
perasaan hangat dan nyaman selama membaca bab-bab buku ini, yang tentu itu
sangat relevan dengan kehidupanku sendiri.
Oleh karenanya, buku ini bagiku seperti teman
setia yang siap mengobati kesedihanku. Buku ini sangat recommended banget
buat teman-teman yang sedang mengalami hari yang buruk, bad mood, atau
penyembuh diri. Buku ini cocok untuk membangkitkan perasaan positif dan menjadi
bahan renungan untuk diri kita sendiri.
My rated: 9/10
***
Komentar
Posting Komentar