Judul:
Funiculi Funicula: Before The Coffee Gets Cold
Penulis:
Toshikazu Kawaguchi
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah:
Dania Sakti
Tahun
Terbit: Cetakan ke-3, Agustus 2021
Tebal:
224 halaman ; 20 cm
ISBN:
9786020651927
BLURB
Di
sebuah gang kecil di Tokyo, ada kafe tua yang bisa membawa pengunjungnya
menjelajahi waktu. Keajaiban kafe itu menarik seorang wanita yang ingin memutar
waktu untuk berbaikan dengan kekasihnya, seorang perawat yang ingin membaca
surat yang tak sempat diberikan suaminya yang sakit, seorang kakak yang ingin
menemui adiknya untuk terakhir kali, dan seorang ibu yang ingin bertemu dengan
anak yang mungkin takkan pernah dikenalnya.
Namun
ada banyak peraturan yang harus diingat. Satu, mereka harus tetap duduk di
kursi yang telah ditentukan. Dua, apa pun yang mereka lakukan di masa yang
didatangi takkan mengubah kenyataan di masa kini. Tiga, mereka harus
menghabiskan kopi khusus yang disajikan sebelum kopi itu dingin.
Rentetan
peraturan lainnya tak menghentikan orang-orang itu untuk menjelajahi waktu.
Akan tetapi, jika kepergian mereka tak mengubah satu hal pun di masa kini,
layakkah semua itu dijalani?
***
PENOKOHAN, KOMENTAR, DAN CERITA YANG MENYENTUH HATI
Novel
fiksi yang menarik, indah, heartwarming, menyentuh dan mengharukan.
Cerita yang dibawakan penulis memberikan kesan tersendiri kepada pembaca. Untuk
aku sendiri, ketika selesai membaca novel ini, banyak pelajaran yang dapat
diambil. Tentang kekeluargaan, penyesalan, persahabatan, cinta dan kasih,
perjuangan, dan harapan.
Novel
ini tidak sampai membuatku menitikkan air mata, tapi hampir. Apalagi di bab
dua, tiga, dan klimaksnya bab empat, kisah yang dialami para tokoh sangat
membuat hati jadi terenyuh dan sedih juga. Jujur untuk cerita bab pertama,
bagiku biasa saja, mungkin karena kisah tokoh bab pertama hanya sedikit.
Sehingga tidak memberikan dampak sesuatu kepadaku saat membacanya. Walaupun
tetap saja aku dapat nilai atau pesan yang disampaikan penulis dari cerita bab
pertama tersebut.
Secara
garis besarnya, bab pertama mengenai Fumiko yang ditinggal oleh pasangannya
yang pergi ke Amerika untuk jenjang karirnya. Fumiko kemudian ingin pergi ke
masa lalu untuk mencegah pasangannya pergi, dan banyak yang terjadi saat itu oleh
Fumiko saat bertemu kembali dengan pasangannya.
Bab
kedua menceritakan pasangan suami istri dan si suami, Fusagi mengalami penyakit
alzheimer. Karena penyakit tadi ia tidak dapat mengenali istrinya,
Kotake dan kenangan-kenangan mereka saat bersama. Kotake ingin kembali ke masa
lalu untuk mengetahui dan mengambil surat yang ditulis Fusagi yang tidak sempat
diberikan ke Kotake.
Bab
ketiga menceritakan seorang wanita bernama Hirai yang selalu menghindar untuk
bertemu adiknya. Sampai suatu saat, adiknya meninggal. Dan itu membuat Hirai
merasa bersalah dan menyesal. Ia kemudia ingin pergi ke masa lalu untuk bertemu
kembali dengan adiknya terakhir kalinya.
Bab
keempat menceritakan Kei, istri pemilik kafe yang pergi ke masa depan untuk
menemui anaknya yang di masa sekarang masih dalam kandungan.
Selebihnya
baca sendiri di novelnya untuk dapat feel dan pengalaman tersendiri saat
membacanya.
Di
awal cerita, langsung diberikan bermacam-macam tokoh yang itu agak
membingungkan dan bikin pusing juga. Seharusnya penulis bisa memberikan tahapan-tahapan
untuk perkenalan tokoh atau bila memungkinkan penulis bisa menambahkan cerita
sampingan sambil memperkenalkan tokoh-tokoh tersebut secara bertahap.
Agar
pembaca tidak kaget dan bingung saat membaca. Tapi setelah beberapa halaman ke
depan baru ceritanya mulai dapat dipahami. Dan tokoh-tokoh tadi dapat dimengerti
setelahnya. Mungkin ini memang gaya penulisannya Toshikazu Kawaguchi.
Terus
perkenalan tokoh itu juga kayaknya memotong cerita Fumiko di bab awal. Jadi
seperti tidak klimaks dan biasa-biasa saja. Kemudian, entah ini memang tujuan
dari penulis atau apa, penjelajahan waktu di sini tidak dirincikan lebih dalam.
Di novelnya hanya disebut ‘seperti itulah aturannya’. Yang terkesan itu tidak
terlalu penting dan itu ada begitu saja. Kayaknya penulis sengaja tidak
merincikan hal tersebut, takutnya bakal jadi lebih ribet dan memberatkan bagi
pembaca.
Sebelumnya,
novel ini bertemakan time travel dengan genre slice of life. Pendeskripsian
kafenya lumayan detail dan mudah untuk dibayangkan seolah kita dapat merasakan
ada di sana. Yang menarik adalah bagaimana metode pembuatan kopi dengan teknik hand-drip,
dan penggunaan mesin kopi otomatis di deskripsikan seutuhnya. Lumayan dapat
pengetahuan baru dan kosa kata baru juga.
Selebihnya,
kisah-kisah yang dibawakan penulis sangat menyentuh dan mengharukan. Sehingga ini
menutupi beberapa kekurangan dari novel ini untukku. Tokoh-tokoh di novel ini
juga mempunyai peran dan sifatnya tersendiri. Walaupun tokohnya banyak, ketika
membaca novelnya, tokoh-tokoh tersebut ternyata mudah untuk di ingat, yang
membuat ceritanya menjadi hidup dan berwarna. Penulis bisa menarasikan tokoh-tokoh tersebut
dengan baik agar pembaca dapat meresapi dan mengenal ketika membaca isi
ceritanya. Hanya saja identitas si “hantu” tidak deskripsikan lebih dalam oleh
penulis. Tapi ‘gak apa-apa lah’, setidaknya masih bisa dinikmati.
Ending
dari novelnya agak kurang menurutku, walaupun itu tetap bagus dan ada
nilai-nilai filosofis. Deskripsi tentang apa yang terjadi setelah cerita
terakhir kurang memuaskan untukku. Entah kenapa kayak semacam open ending atau
pembaca sendiri menentukan bagaimana kelanjutannya. Alangkah baiknya penulis
bisa menambah beberapa deskripsi tentang apa yang terjadi setelah cerita
terakhir.
Ilustrasi
atau cover novelnya aku suka banget. Sangat cocok dan sesuai dengan apa yang di
deskripsikan di novelnya, kafe yang berada di bawah tanah dan berada di sebuah
gang. Estetik dan indah banget, saat pertama kali lihat covernya.
Tapi,
secara keseluruhan novel ini bagus, indah, menarik, menyentuh hati dan
mengharukan untuk di baca. Banyak nilai kehidupan yang bisa diambil di novel
ini. Cerita yang simpel tapi mengandung nilai filosofis. Novel Funiculi Funicula:
Before the Coffee Gets Cold bisa menemani kalian sebagai teman bacaan santai tentang
persahabatan dan keluarga. Recommended lah dari aku..
“Kekuatan
hati cukup bagi seseorang untuk melewati kenyataan yang dihadapinya, sepahit
apapun kenyataan itu. Meskipun tak bisa mengubah kenyataan, asalkan masih ada
hati yang tergerak untuk berubah....” (Hlm. 223).
Pada
akhirnya mereka tidak dapat mengubah masa lalu, tapi dengan kejadian yang
mereka lalui di masa lalu tersebut, membuat mereka sadar dan bertekad kembali
untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik. Banyak pelajaran hidup yang terjadi.
Maka dari situ, tidak kata terlambat untuk berubah. Gunakan dan manfaatkan
sebaik mungkin waktu dengan orang yang kita cintai, penyesalan yang menjadi
pelajaran hidup dan mensyukurinya karena masih diberi kesempatan.
My
Rate: 8/10
***
Komentar
Posting Komentar