Judul:
Jawaban Untuk Kecemasanmu
Penulis:
Geulbaewoo
Penerjemah:
Dewi Ayu Ambar Rani
Penerbit:
Haru
Tahun
Terbit: Juni 2023
Tebal: 264
halaman ; 19 cm
ISBN:
978-623-5467-10-8
BLURB
Ambillah
secari kertas, lalu tuliskan apa yang membuatmu cemas.
Aku cemas
tentang _________________________________________________________
Setelah itu,
lihatlah kembali tulisan itu. Apa yang sebaiknya kau lakukan tentang itu?
Pikirkanlah
hal yang harus kau lakukan untuk mengatasi kecemasan itu. Langkah per langkah.
Jika setelahnya, kau belum juga puas dengan hal itu, pikirkanlah hal lain dan cara
lain.
Meski
begitu, terkadang kau akan tetap tertekan dan kesulitan saat mengambil
langkah-langkah itu.
Buku Jawaban
untuk Kecemasanmu akan menemanimu menjalani proses dan langkah yang sedang
kau ambil sampai kau menemukan cara untuk mengatasi kecemasanmu.
***
ESAI GEULBAEWOO, KECEMASAN DAN MENJAGA HATI TETAP TENANG
Ada
kesenangan tersendiri bisa melengkapi dan baca buku ketiga dari Geulbaewoo yang
dari judulnya bagiku sangat relevan dengan keadaan sekarang. Rasa cemas
merupakan sesuatu hal yang pernah dirasakan oleh setiap orang. Apalagi di era
sekarang yang penuh dengan informasi-informasi yang sedikit banyak itu memantik
(trigger) kecemasan dalam diri kita, seperti kesuksesan seseorang,
kemapanan hidup, finansial yang terjamin, keluarga yang bahagia, dan lain-lain.
Ditambah
pandangan masyarakat atau standar sosial, yang kalau tidak terpenuhi atau tidak
sesuai dengan ekspektasi mereka, kita akan dipandang sebelah mata dan jadi
bahan pembicaraan, yang bisa saja membuat kita menjadi tidak nyaman dan cemas
berlebihan.
Baca juga: Review Buku Sebenarnya, Aku Tidak Baik-Baik Saja Karya Geulbaewoo
Akhirnya
kita mulai membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain, mulai menyalahkan
diri sendiri, dan mulai takut serta cemas karena tidak bisa memenuhi standar
masyarakat tersebut. Akibatnya adalah kita menjadi tidak percaya diri, mulai
ketakutan bagaimana nasib masa depan kita, merasa tidak bahagia, dan
sebagainya.
Dalam buku
ini, terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama tentang semangat, kedua
tentang kedamaian, dan terakhir tentang percintaan. Walaupun sebenarnya
diantara semua babnya itu tidak jauh berbeda —yaitu penjelasan tentang kecemasan
yang dirasakan dikehidupan sehari-hari— tapi aku pikir pemisahan bab itu agar
tema esai penulis tidak bercampur aduk dan seirama, dan pembaca merasa nyaman
ketika membacanya.
Berbeda
dengan dua buku penulis sebelumnya, di buku ini bisa dibilang lebih padat,
berisi, terkesan serius tapi disampaikan dengan bahasa yang santai. Misalnya
penulis selalu mengawali tulisannya dengan potongan kisah hidup seseorang yang
cemas akan suatu hal, yang kemudian penulis memberikan penjelasan dan nasehat
mengenai kecemasan tersebut.
Aku suka
bagaimana penulis mengawali esainya dengan potongan kisah tersebut, karena
secara tidak langsung pembaca merasa terikat secara emosional dan merasa
keresahannya ternyata dirasakan oleh orang lain juga. Dengan cara seperti itu,
pembaca tertarik untuk terus mengikuti esai tersebut, karena penulis bisa
membawakan tulisannya dengan cara yang baik dan menarik bagi pembaca.
Aku suka
narasi penulis, walaupun ini esai, tapi tetap bisa disampaikan dengan bahasa
yang santai dan mudah dimengerti. Membaca buku ini seperti diajak ngobrol,
dirangkul, dan dinasehati oleh penulisnya. Karena sedikit banyak apa yang
dibahas dalam buku ini, aku pernah merasakannya, dan rasanya itu tidak nyaman
dan tidak enak.
Jadi ketika
membacanya, aku kadang-kadang merenung sendirian dan mengambil pelajaran
disana. Begitu juga pada esai-esai lainnya, ada yang kurang relate dengan
kehidupanku, tapi setidaknya bisa aku ambil sebagai referensi dan bekal untuk
kehidupanku nanti masa depan.
Makanya
selama membaca buku ini, aku teringat sebuah kutipan yang kurang lebihnya
mengatakan bahwa, “Kita menderita di dalam pikiran daripada di realita.”
Perasaan takut, cemas, over-thinking, dan sebagainya, semuanya hanya
masih dalam dunia pikiran.
Kita belum
menjalaninya, tapi kita sudah berasumsi akan bakal seperti ini dan ini. Dan aku
sering mengalami hal itu. Oleh karenanya membaca buku-buku seperti ini —self-improvement—
seperti obat pereda atau penenang.
Baca juga: Review Buku Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah Karya GeulBaewoo
Kemudian
yang aku suka juga bahwa penulis disini mencoba realistis mengenai tema yang
ditulisnya. Ia mengatakan tidak menjamin bahwa apa yang ditulis dan
disampaikannya bisa menghilangkan rasa cemas. Tetapi setidaknya kita mencobanya
dan berusaha semaksimal mungkin agar tidak menjadi penyesalan di waktu yang akan
datang.
Beberapa
esai di buku ini juga perlu diketahui bahwa konteksnya tentang kecemasan.
Maksudnya, seperti beberapa kalimat dalam buku ini berupa, “Kalaupun gagal atau
tidak berhasil, teruslah mencoba dan berusaha,” atau semacam itu, kalau ditarik
konteksnya keluar dari tema pembahasan buku ini —yakni kecemasan, aku pikir itu
akan menjadi melebar kemana-mana.
Karena
kalimat yang kusebutkan tadi bisa memicu perbedaan interpretasi antara si
pembaca dan keinginan penulis, dan takutnya apa yang dimaksudkan penulis malah
tidak tersampaikan dengan tepat ke si pembaca.
Sebenarnya
ada banyak kutipan-kutipan, nasehat, atau poin-poin yang menurutku penting dan
bagus, tapi tidak mungkin aku tulis semuanya disini kan. Jadi ini beberapa
kutipan yang menarik menurutku:
“Jawaban
untuk kecemasanmu adalah kemampuanmu dalam mempertahankan ketenangan hati saat
menghadapi situasi yang tidak diinginkan.” (Hlm. 15)
“Jangan
ekspresikan semua perasaanmu. Jangan meluapkan kemarahanmu setiap kali kau
merasa kesal, atau menunjukkan dengan jelas wajah kesalmu ketika kau merasa
tersinggung, atau terlalu aktif mendekati orang yang kau sukai tanpa memikirkan
perasaannya.” (Hlm. 66)
“Olahraga
tidak mengubah segalanya dalam hidup, tetapi mampu memberi perubahan baik dalam
hidup, seperti mental yang lebih sehat.” (Hlm. 112)
“Dalam hidup,
adakalanya sosokmu perlu berubah tergantung pada situasi; adakalanya kau harus
mengubah dirimu menjadi sosok yang penting; adakalanya kau harus menyerah pada
keinginanmu; dan adakalnya melepaskan keinginan dianggap sebagai tindakan yang
bijaksana.” (Hlm. 151)
“Cinta tidak
bisa hanya bergantung dengan penampilan dan hati yang baik. Tata krama dasar,
pengetahuan umum, dan kepedulian sangatlah penting karena ini tentang dua orang
yang harus menghabiskan waktunya bersama-sama.” (Hlm. 186)
“.... ketika
masih kecil, kita tidak bisa mendapatkan perasaan lega pada saat tidak pandai
melakukan sesuatu. Kita baru bisa mendapatkan pandangan yang baik hanya ketika
pandai melakukan sesuatu. Kita pun baru bisa merasa lega hanya saat kita bisa menjadi
sosok yang baik dihadapan orang lain. Sebab itu, saat dewasa dan mendapatkan
pandangan negatif atau tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain, kita
menjadi cemas dan sensitif.” (Hlm. 249)
Setelah aku
selesai membaca buku ini, yang dapat aku simpulkan bahwa pentingnya jaga hati
tetap tenang, lebih peduli dan menghargai perasaan diri sendiri ketimbang
memenuhi ekspektasi orang lain, pentingnya bersikap atau berkata sesuai dengan
situasi dan kondisi, dan pentingnya untuk menjaga jarak terutama pada hal-hal
yang bisa memicu kita menderita dan frustasi.
Terakhir,
terlalu banyak apa yang ditulis dalam review ini. Harapannya buku ini paling
tidak, bisa meminimalisir rasa cemas kita akan suatu hal dan setidaknya membuat
para pembaca sadar bahwa pentingnya isu tentang rasa cemas ini.
“Hidup
bukanlah perjalanan untuk mengatasi segalanya, melainkan perjalanan untuk
mengatasi apa yang ingin kuatasi.” (Hlm. 161)
My
rated: 8/10
***
Komentar
Posting Komentar