Judul:
Memory of Glass
Penulis:
Akiyoshi Rikako
Penerbit:
Penerbit Haru
Penerjemah:
Andry Setiawan
Tahun
Terbit: Cetakan ke-3, Maret 2021
Tebal:
360 halaman ; 19 cm
ISBN:
978-623-7351-21-4
BLURB
Polisi
bilang, aku melaporkan diriku sendiri. Kata mereka, aku membunuh seorang pria.
Hanya saja.... aku tidak ingat. Aku tidak ingat pernah melapor, apalagi
membunuh orang.
Sebenarnya
apa yang terjadi?
***
GAMBARAN NOVEL
Novel
ini menceritakan Kashahira Mayuko melaporkan dirinya sendiri ke polisi bahwa ia
telah membunuh seseorang. Tapi ia tidak ingat. Sebelumnya, di Ginza pernah
terjadi pembunuhan massal, orangtua Mayuko menjadi korban kebrutalan pembunuh
dan Mayuko menjadi target selanjutnya. Ia berlari dan tanpa disangka ia
tertabrak sebuah mobil. Nyawanya selamat, hanya saja Mayuko mengalami ‘gangguan
fungsi eksekutif otak’. Yaitu cedera otak yang mengakibatkan gangguan fungsi
bahasa dan ingatan. Yang membuat ia merasa dirinya berumur 20 tahun. Padahal
umurnya sudah 40 tahun.
Korban
yang Mayuko bunuh adalah orang yang membunuh kedua orangtuanya. Apakah ini
balas dendam? Bagaimana Mayuko melakukannya? Bukankah dia mengalami gangguan
ingatan? Atau ada orang ketiga di tempat tersebut, dan ‘menuduh’ Mayuko sebagai
pelaku pembunuhan..?
***
GANGGUAN INGATAN, MISTERI SETIAP BAB DAN AKHIR YANG ANTI-KLIMAKS
Melihat
dari judulnya sudah terbayang di benak kita bahwa ini sesuatu yang berkaitan
dengan ‘ingatan’. Emosi naik-turun, diambung-ambung, berbagai macam perasaan
saat sudah baca novel ini. Penderitaan, kesedihan, kebahagiaan, kemalangan,
balas dendam, menghargai diri sendiri, dan banyak lagi. Kaya ‘paket komplit’
lah menurutku ini.
Tema
dari novel ini menurutku cukup beragam, pertama mengenai gangguan fungsi
eksekutif otak yang dialami tokoh utama (Mayuko), dementia tipe alzheimer yang
dialami ibunya Kiritani Yuka, dan bagaimana rasanya merawat orang yang sakit.
Di awal cerita pembaca langsung diberikan alur yang berat dan cepat, dan pokok
permasalahan.
Pembaca
diajak untuk mengikuti bagaimana tahap-tahap atau perkembangan tokoh utama yang
berjuang untuk mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi pada saat
pembunuhan itu. Narasi yang dibawakan oleh penulis berhasil membuat aku
‘kecanduan’ saat membacanya, karena sangat menarik dan membuat penasaran.
Memang tidak diragukan lagi kalo Akiyoshi Rikako-sensei nulis cerita.
Perkenalan
karakter tokoh yang sangat kuat membuat pembaca bisa memahami apa yang
sebenarnya dialami dan dirasakan oleh para tokoh. Sudut pandang yang digunakan
dalam novel ini ada dua tokoh, yaitu Kashihara Mayuko dan Kiritani Yuka.
Melalui dua tokoh tersebut, sebagai penderita dan orang yang merawat, membuat
kita bisa memahami sudut pandang masing-masing tokoh secara objektif. Tentu ini
salah satu pesan yang disampaikan penulis dan refleksi bagi diri kita sendiri
ketika kita berada di posisi itu.
“Bencilah dosanya, jangan orangnya. Seharusnya kau membenci
penyakitnya, bukan membenci orangnya.” (Hlm. 118).
Konflik
batin yang dirasakan oleh Kiritani Yuka cukup dalam. Bagaimana ia harus membagi
waktu mengurus ibunya yang mengidap dementia dan pekerjaannya yang jamnya tidak
teratur, membuat Yuka merasa terbebani. Ditambah lagi saudara laki-lakinya
tidak ada yang mau merawat ibunya sendiri, dengan alasan bahwa itu adalah tugas
anak perempuan. Sumpah saudaranya bikin jengkel dah -,-
“Beratnya kehidupan perawatan itu tidak akan bisa dimengerti oleh
orang yang belum pernah merawat orang sakit.” (Hlm. 209).
Yang
menarik juga, isu sosial dan ketimpangan gender yang dialami oleh Yuka ini,
memang terjadi di kehidupan nyata. Anak perempuan selalu diberikan beban dan
seolah itu hanyalah tugasnya perempuan, dan terkesan seperti ‘budak’. Stigma
ini masih cukup kental di lingkungan masyarakat kita, yang membuat perempuan
sebagai seseorang yang ‘dipinggirkan’ atau ‘inferior’.
Setiap
tokoh yang ada di novel ini dikemas dengan baik oleh penulis dan tidak ada yang
sia-sia perannya. Semua tokoh dapat jatah yang cukup, tidak lebih dan tidak
kurang. Yang membuat isi cerita menjadi menarik dan membuat pertanyaan-
pertanyaan baru setiap babnya. Narasi penulis di novel ini sangat memikat,
dalam arti membuat pembaca menjadi penasaran dengan misteri-misteri yang
dibangun.
Yang
membuat aku kagum juga adalah penulis menggiring pembaca untuk mencurigai si
tokoh A dengan bukti-bukti yang sudah lengkap. Dan aku sempat terkecoh gara-gara
itu. Kemudian muncul lagi kecurigaan ke tokoh B, sampai nantinya terungkap
siapa dalang sebenarnya.
Aku
sangat suka plot di setiap bab novel ini. Satu misteri memunculkan misteri yang
lainnya. Sampai-sampai kita yang baca juga jadi bingung harus mempercayai
siapa. Siapa yang baik dan siapa yang jahat. Apalagi saat si pengacara muncul
di tengah cerita, aduh itu menarik banget sih buat aku.
Memang
sekali lagi, pembawaan Akiyoshi-sensei dalam menarasikan cerita memang
tidak ragukan lagi dah. Pembangunan karakter di beberapa tokoh sangat baik,
bahkan memainkan peran yang tidak disangka. Ada alasan tertentu dan si tokoh
tersebu menyusun strategi-strategi yang ternyata itu mempengaruhi akhir dari
ceritanya. Nikmat lah pokoknya baca nih novel....
Namun,
cerita dari novel Memory Of Glass ini berakhir dengan anti-klimaks. Walaupun
endingnya sangat manis, indah, mengharukan, dan sedih diwaktu yang sama. Hanya
saja, penulis tidak memberikan kejelasan atau kelanjutan apa yang terjadi
setelah peristiwa tersebut. Misalkan kondisi salah satu tokoh yang masih agak
abu-abu, terus kelanjutan kasus si Mayuko itu sendiri yang seolah tidak
kejelasan, dan kelanjutan kisah Yuka.
Masih
banyak pertanyaan-pertanyaan buatku saat menutup novel ini. Andaikan penulis
memberikan sedikit kelanjutan cerita yang anti-klimaks tadi, ini bakalan
menjadi novel yang sempurna menurutku. Atau mungkin aja penulis memberikan open
ending, jadi pembaca menentukan sendiri bagaimana kelanjutannya.. hahaha..
Tapi
sekali lagi, untuk endingnya, terutama percakapan terakhir si Mayuko itu cukup
membuatku emosional dan meneteskan air mata. Huhuhu. Tidak disangka, perjalanan
cerita yang kuat dengan unsur misteri, thriller, bahkan gore juga, ternyata
diakhiri dengan unsur romansa. Dan itu sangat menyayat hati banget. Sumpah dah,
bikin mewek..
Untuk
cover novelnya, ada beberapa yang buat aku agak kurang sih. Contohnya gambar
perempuan (Mayuko) di covernya terlihat sangat muda, kalo dilihat mungkin umur
20 sampai 30-an kayanya. Sedangkan di ceritanya, Mayuko itu berumur 40 tahun. Kaya
gak singkron jadinya. Mungkin awet muda kali yaa..
Kemudian
judul novel yang tidak terlalu kelihatan. Mungkin font sama warnanya kurang
cocok dengan latar tersebut, ditambah lagi judulnya kegabung sama pecahan kaca,
yang membuat jadi kurang jelas judul novelnya.
Terakhir,
novel Memory of Glass ini sangat aku recommended, dengan unsur misteri,
thriller, konflik dan plot twist yang menarik, bahkan ending yang sangat menyentuh
dan menitikan air mata. Keseruan dan ketegangan novel ini bisa menjadi bahan
bacaan baru buat kamu.
Happy reading...
My
rated: 9/10
***
Komentar
Posting Komentar